Pak Tomo, 50 tahun, harus menjalani pemeriksaan kadar trombosit dalam darah. Sang istri bilang, "Bapak diperkirakan mengalami kekentalan darah, alias darahnya kental. Dikhawatirkan bisa terkena
stroke." Tanpa banyak bertanya kepada dokter dan mungkin juga kebetulan pasangan ini berhadapan dengan ahli medis yang pendiam, maka yang terpatri di pikiran keduanya adalah sebutan darah kental benar-benar sesuai dengan arti harfiahnya. Pemahaman serupa juga melekat pada kebanyakan orang.
Dr Handrawan Nadesul mengungkapkan, kekentalan darah tidak berarti darahnya dalam kondisi kental. "Melainkan menunjukkan adanya proses atau kerentanan terbentuknya agregasi (pembekuan) dalam pembuluh darah yang dilakukan aktivitas sel pembeku darah bernama trombosit serta faktor-faktor pendukung, yakni sistem pembekuan darah," ia memaparkan. "Karena itu, tidak tepat bila yang dimaksud dengan kekentalan darah, lantas yang diperiksa adalah faktor trombosit atau
platelet cell."
Dokter yang juga penulis buku ini menyebutkan, dalam kondisi tersebut, yang diperiksa adalah sel pembeku darah dan agregasi alias proses pembekuannya, apakah memang terjadi pembekuan dan prosesnya terlalu cepat. "Jadi yang dilihat adalah fungsinya. Bila meningkatkan, memang akan ditandai dengan jumlah trombosit yang berlebihan," ia menjelaskan. Jadi yang harus dilakukan adalah tes agregasi.
Ia membenarkan bahwa kekentalan darah bisa berujung pada stroke dan gangguan jantung koroner. Handrawan menyebutkan, aliran darah akan melambat jika sel darah bertambah, selain didorong sifat protein (albumin-globulin) darah yang berubah oleh tumor, atau karena adanya tumor. Dan dalam pembekuan darah, trombosit bukan satu-satunya faktor pemicu. Lazimnya, juga dipengaruhi faktor lain. Salah satunya adalah kadar kolesterol dalam darah yang melonjak. "Makin tinggi kadar lipid (lemak) dalam darah, maka makin kental sifat darah," ia menegaskan.
Aliran darah yang melamban juga memperlemah kerja otot jantung. Akibatnya, pasokan oksigen ke seluruh bagian tubuh terlambat, termasuk aliran ke otak. "Pembuluh darah otak paling sensitif terhadap pasokan oksigen yang kurang." Demikian juga dengan pembuluh darah pada jantung. Bila pasokan oksigen ke sel otak dan sel jantung berkurang, dalam hitungan jam akan menimbulkan kematian. "Kematian sel yang tak mungkin dipulihkan kembali menimbulkan stroke dan serangan jantung koroner," Handrawan mengungkapkan.
Dalam dunia medis, ada yang disebut dengan "waktu emas", yakni tiga jam pertama setelah stroke maupun serangan jantung koroner. Pada masa itulah pasien harus segera ditangani. "Pembekuan perlu diluruhkan (thrombolytic) hingga aliran darah terkoreksi sehingga bisa mengalir untuk melakukan pemasokan kembali," kata Handrawan.
Handrawan pun berpesan, bagi orang yang pernah memiliki riwayat stroke dan serangan jantung koroner, untuk menjaga darahnya agar tidak gampang membeku. Untuk itu, mereka harus telaten minum obat golongan salicylic acid, yang berfungsi sebagai antiplatelet alias antibeku. Orang dengan tingkat agregasi tinggi juga memerlukan obat serupa.
Lazimnya, gejala terjadinya kekentalan darah bisa berupa sakit kepala, migrain, vertigo yang ditandai dengan nyeri kuat dan kepala berputar, serta gangguan pada telinga dan mata. Handrawan menyebutkan, kasus kekentalan darah sangat dipengaruhi oleh pola makan. Dulu serangan tergolong lebih rendah. Namun, seiring dengan jenis makanan yang beragam dengan pilihan tidak sehat, kasusnya meningkat. "Karena itu, untuk mencegahnya, seharusnya kembali ke pola makan zaman dulu, yang sehat dan alami."
Belum lagi kebiasaan buruk, seperti merokok, menenggak minuman beralkohol, serta kurang mengkonsumsi asupan air, buah-buahan, dan sayuran. Ia pun berpesan untuk tidak meniru pola makan orang Amerika Serikat, yang banyak mengkonsumsi makanan beku. Belum lama ini ditemukan bahwa penduduk negeri besar itu banyak yang kekurangan kalsium serta vitamin A dan C. Hal ini disebabkan mereka sulit menemukan bahan-bahan makanan segar, karena jauh dari tempat produksi, sehingga semua bahan makanan disimpan dalam lemari es dan dibekukan. "Bahan-bahan makanan yang telah disimpan terlalu lama di lemari es akan berkurang kadar vitamin, enzim, dan mineralnya."
Padahal, penting sekali asupan buah dan sayuran bagi tubuh dalam kondisi segar serta sebaiknya memakan empat porsi per hari. Per porsi itu sama dengan segelas. Selain itu, cari menu sehat seperti oatmeal. "Bahan alam alami, dalam banyak studi, dilaporkan juga bisa mengurangi peran jahat sel platelet adalah Omega 3. EPA dan DHA dalam minyak ikan berperan dalam menjaga darah agar tidak gampang membeku," ujar Handrawan.
Dalam diskusi soal kekentalan darah yang digelar di kantor Sun Hope beberapa waktu yang lalu, ia menyebutkan, kekentalan darah bukan satu-satu faktor yang memicu stroke dan jantung koroner. Ia menjabarkan, dalam pembuluh darah sejumlah orang terjadi penumpukan "karat" lemak, dan inilah hasil kerja trombosit, selain didukung kerja sel busa, sel lemak, dan kuman. Tumpukan plak ini disebut thrombus dan bisa saja hanyut serta terlepas bersama aliran darah, tapi kemudian tersangkut pada pembuluh otak sehingga terjadi stroke. Dan bila mampir di pembuluh darah koroner jantung, bisa memicu serangan jantung.
Lantas, bila tak terlepas dari dinding pembuluh darah, karat lemak itu akan bertumpuk sehingga menyumbat aliran darah. Dan dalam proses sumbatan ini, ada sejumlah faktor yang berperan. Selain sel platelet, didorong oleh vitamin K, kehadiran radikal bebas, dan lemak jahat atau LDL. Proses itu berlangsung hingga puluhan tahun sebelum terjadi stroke maupun serangan jantung koroner. Maka yang terpenting adalah pencegahan. Selain meredam faktor risiko, gaya hidup pun harus diubah menjadi lebih sehat dan alami.
TEMPO Interaktif, Jakarta - RITA
Agar Jantung Sehat
1. Asupan sayuran dan buah-buahan segar empat porsi per hari.
2. Pilih oatmeal.
3. Asupan ikan laut dengan kandungan Omega 3, seperti mackerel, tuna, dan salmon.
4. Waktu tidur dan istirahat yang memadai.
5. Aktivitas sehari-hari yang berimbang.