“Kondisi prediabetes tidak boleh dianggap enteng karena sebagian individu dengan prediabetes akan berkembang menjadi diabetes apabila tidak ditangani dengan baik,” jelasnya. Individu dengan prediabetes yang tidak ditangani dalam waktu sekitar 510 hari akan meningkat menjadi diabetes. “Dan jika sudah diabetes, tidak dapat disembuhkan dan lebih sulit penanganannya,” ujarnya.
Sidartawan menambahkan, batas gula darah setiap individu normal dibedakan atas dua kondisi puasa atau sesudah makan (sewaktu). Untuk kondisi puasa, yakni jika seseorang tidak mendapat asupan kalori 8-10 jam sebelumnya, batasnya adalah 100 mg/dL. Sedangkan untuk kondisi se sudah makan atau sewaktu, batasnya adalah 140 mg/dL.
"Lewat dari salah satu ketentuan tersebut, seharusnya masuk pada pre diabetes. Namun wewenang penegakan diagnosa hanya dimiliki oleh dokter, dan mesti mengikuti prosedur medis khusus," tuturnya. Data WHO menyebutkan pasien diabetes di Indonesia akan mengalami kenaikan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 dan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Diperkirakan penderita prediabetes juga akan meningkat pesat.
Orang bisa terserang diabetes atau dikatakan prediabetes adalah orang yang berusia di atas 45 tahun, memiliki berat badan yang berlebih, yakni BMI di atas 25 kg/m2. Selain itu anak yang memiliki orangtua dengan diabetes mellitus (DM) akan beresiko terkena DM.
Mereka yang kurang aktivitas juga memiliki peran penting dalam munculnya penyakit ini. Juga faktor risiko terjadi pada kelompok etnis dengan angka prevalensi populasi DM yang tinggi (misalnya penduduk kepulauan Pasifik, keturuan Asian-American), terdeteksi adanya IFG atau IGT.
Riwayat DM pada kehamilan atau bayi lebih dari 4 kg, hipertensi (di atas 140/90 mmHg), kadar HDL kolesterol dibawah 35 mg/dl (0,90 mmol/l) dan/atau kadar trigliseride diatas 250 mg/dl (2.82 mmol/l) serta ada riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah juga berisiko.
Tahapan Perjalanan penyakit diabetes tidak terjadi tiba-tiba tetapi melalui beberapa tahapan. Dimulai dari faktor risiko gaya hidup terutama obesitas dan kurang gerak. Jika tidak dikendalikan akan masuk ke tahap prediabetes.
"Dengan mewaspadai dan mengendalikan prediabetes, maka kemungkinan bertambahnya penyandang diabetes baru dapat dikurangi, sehingga juga mengurangi tahapan berikutnya yaitu komplikasi penyakit kardiovaskuler," ujar Sidartawan.
Ia menambahkan, risiko munculnya komplikasi penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) sudah dimulai sejak prediabetes. Sebab itu individu dengan prediabetes memerlukan penatalaksanaan yang memadai, meliputi perubahan gaya hidup yang lebih sehat guna memperbaiki profil glikemia (gula darah) dan menurunkan resiko kardiovaskular.
"Berbeda dengan diabetes yang tidak dapat disembuhkan, individu dengan prediabetes bisa kembali normal. Maka dari itu, dituntut kesadaran yang tinggi bagi individu tersebut untuk merubah gaya hidup menjadi lebih sehat," tambahnya.
Pada orang dengan prediabetes dan beresiko tinggi, terapi farmakologis (obat-obatan) dapat dipertimbangkan sebagai tambahan dari perubahan gaya hidup. Untuk itu, Sidhartawan menegaskan, individu dengan prediabetes yag memiliki bobot badan berlebih (obesitas), perlu menurunkan berat badan 5 10 persen dari berat badan awal dan dipertahankan dalam jangka panjang.
Selain itu, aktivitas fisik sedang dan teratur juga dianjurkan selama 30-60 menit perhari, paling sedikit empat hari dalam seminggu atau minimal 150 menit/minggu. Jadi diabetes Jika dibiarkan prediabetes akan menimbulkan diabetes. Menurut Ketua Perhimpunan Edukator Diabetes Indonesia, Dr dr Aris Wibudi, SpPD, KEMD ada empat tipe diabetes, yakni tipe satu, tipe dua, tipe gestasional dan tipe lain.
Tipe satu, kerusakan primer terjadi pada pankreas, sedangkan diabetes tipe dua berhubungan dengan keturunan dan faktor lingkungan eksternal seperti makanan. Sementara tipe gestasional hanya dialami oleh wanita yang sedang hamil. Bisa juga karena disebabkan oleh tumor otak dan obat-obatan tertentu.
Menurut Aris, penyakit ini biasanya ditandai dengan banyak kencing, banyak minum, banyak makan dan cepat lelah."Kalau tanda-tanda ini sudah muncul berarti paling tidak kita sudah telat enam tahun. Seharusnya ini bisa dicegah dengan mengenali dan menyadari faktor risikonya sejak dini," katanya. Menurut Aris, semua bisa diatasi dengan mengatur pola makan dan aktivitas fisik. Diakui oleh Aris kedua hal ini sangat mudah disampaikan namun sulit dilaksanakan.
Untuk pola makan, perhatikan beban glikemik. Jangan sampai kita menggangu tubuh kita dengan beban glikemik tinggi. Selain itu aktivitas fisik juga harus diperhatikan, misalnya jalan kami paling tidak 10 ribu langkah per hari. Jika sulit dilakukan, lakukanlah treadmill paling tidak 3 sampai empat kali semingu. "Tredmill tidak sembarang dilakukan, hatus hitung denyut nadinya," katanya.
Selain itu lakukan juga pemantauan lingkar perut, berat badan, tekanan darah (tensi), serta tes laboratorium (glukosa darah dan albumine urine). Jika sudah parah konsumsi obat sesuai dengan resep dokter.
republika.co.id
0 komentar