Masalahnya, bahan pangan dari tanaman transgenik ini masih menuai kontroversi menyangkut dampaknya terhadap kesehatan. Sebagian pihak mengatakan, bahan pangan ini aman dikonsumsi, tapi sebagian lagi justru melarang pemasarannya. Sebagai konsumen, bagaimana kita menanggapi kontroversi ini?
GEN PENINGKAT KUALITAS
Sebenarnya, selama ini metode rekayasa genetika sudah di-praktikkan di beberapa bidang, termasuk dalam bidang pertanian. Karena keterbatasan lahan pertanian, sedangkan kebutuhan bahan pangan terus melonjak, tanaman hasil rekayasa genetika alias transgenik dianggap sebagai pilihan penyediaan sumber pangan di masa depan.
Menurut M. Herman, peneliti di Balai Besar Litbang Bioteknologi & Sumber Daya Genetik Pertanian, Badan Litbang Pertanian, sekaligus anggota Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan, tanaman hasil rekayasa genetika atau Genetically Modified Organism (GMO) sebetulnya hanyalah sebagai pelengkap, jika teknologi konvensional menghadapi kendala.
Singkatnya, tanaman transgenik merupakan tanaman yang telah diperbaiki sifatnya. Mereka telah menjelma menjadi ‘tanaman baru’ yang lebih unggul kualitas produknya dibanding tanaman aslinya. Tidak sekadar ’mempan’ serangan hama atau tahan kekeringan, tapi teknik ini juga dapat membuat buah tidak cepat masak.
DAPAT MENYEBABKAN ALERGI?
Kalangan yang kontra menyatakan, bahan pangan dari tanaman transgenik dikhawatirkan mengandung senyawa yang membaha-yakan kesehatan. Misalnya, senyawa alergen yang dapat menimbulkan alergi. Selain itu, bila tanaman transgenik ini mengandung gen yang dapat meracuni serangga (Bt-endotoxin), dikhawatirkan juga dapat meracuni manusia yang mengonsumsinya.
Tentang opini yang menyatakan bahwa bahan pangan transgenik merupakan sumber alergi, hal itu bisa saja terjadi, tapi belum tentu dialami oleh semua orang. Jika gen yang disilangkan memang merupakan sumber alergi bagi seseorang, kemungkinan akan menyebabkan alergi.
Nah, mau tak mau, sebagai konsumen kita memang dituntut untuk cermat memilih. Jika tidak, bisa jadi Anda sudah mengonsumsi bahan pangan dari tanaman transgenik tanpa menyadarinya, juga tanpa mengetahui kandungan apa saja yang terdapat di dalamnya.
Jika makanan tersebut merupakan produk impor, maka pada kemasan makanan yang terbuat dari bahan transgenik akan tercantum kode MD/ML (tanda khusus dari Badan POM yang menunjukkan bahwa produk tersebut sudah diuji keamanannya).
Bisa dikatakan, produk transgenik tanpa disadari sudah menjadi makanan keseharian terutama makanan berbahan kedelai dan jagung impor. Kenyataan inilah yang disayangkan YLKI. Pemerintah dianggap tak berbuat banyak. Padahal di negara-negara Eropa, produk transgenik diberi label agar konsumen tahu dan bisa menentukan pilihan. Di Indonesia sendiri, telah terbit Peraturan Pemerintah No. 69/1999 dan PP No.28/2004 tentang Pencantuman Label Produk Transgenik. Namun hal ini seolah hanya menjadi macan kertas.
Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai lembaga yang bertugas mengawasi setiap peredaran obat dan makanan di negeri ini mempunyai sejumlah dalih. Kepala BPOM Husniah Thamrin menyebut bahan transgenik aman dan diperbolehkan beredar melalui Undang-undang Nomor 7 tentang Pangan yang diterbitkan tahun 1996.
Begitu juga Departemen Pertanian. Menteri Pertanian Anton Apriantono menjelaskan bahwa tak ada bukti ilmiah yang kuat bahwa unsur transgenik mengganggu kesehatan. "Yang diperlukan adalah pelabelan," tambah Anton Apriantono
0 komentar